Masa depan. Hmm...2 kata yang kita tidak pernah tahu kelanjutannya akan
seperti apa. Bila kita berbicara tentang masa depan tentu tak terlepas dari
sebuah cita-cita. Cita-cita....mungkin harus kita ingat sewaktu kecil dulu bila
ditanya tentang sebuah cita-cita oleh orang tua kita, guru, atau siapapun,
pasti kita akan menjawabnya dengan tegas dan lantang tanpa harus memikirkan
proses yang akan dilalui dari cita-cita tersebut. Mungkin kita tidak begitu
paham dengan prosesnya saat itu, kita hanya mempedulikan kemasan luarnya saja
tanpa harus berpikir isi yang ada di dalam. “Yah...namanya juga anak kecil”,
respon setiap orang bila saya sedang
menyinggung hal ini. Tapi seiring berjalannya waktu, semakin kita beranjak
dewasa, semakin kita melenceng dari apa yang kita cita-citakan pada waktu kecil
dulu. Bahkan, ada pula yang bila ditanya tentang sebuah cita-cita, mereka jawab
tidak tahu. Ironis. Saya pun bingung dengan kejadian ini, dan saya pun pernah
mengalami ini, melenceng dari apa yang saya cita-citakan dulu. Kenapa kita
tidak memperjuangkan cita-cita kita yang sudah menjadi pandangan kita sejak
dulu kecil? Kenapa kita tidak berusaha untuk mendapatkan cita-cita tersebut?
Inilah yang masih menjadi tanda tanya besar dalam pikiran saya. Atau mungkin
manusia itu memang mudah berubah, atau bahkan mereka takut untuk memperjuangkan
cita-cita itu sendiri. Takut? Lebih tepatnya malas. Ya, berdasarkan beberapa
orang yang saya tanya akan hal ini dan melakukan observasi secara tidak
sengaja, mereka malas dengan proses yang dilalui untuk cita-cita itu, dan ini
sangat riskan. Bukankah bila kita ingin mengejar cita-cita untuk menuju kepada
sebuah kesuksesan itu tidak boleh malas? Nah bermula dari malas ini kemudian
timbul berbagai macam alasan dan dampak untuk diri mereka sendiri yang akhirnya
menjadi boomerang untuk diri mereka sendiri. Manusia itu mengamati lalu pikiran
serta sikap mereka berubah, dan gak perlu kaget. Mungkin kalimat itu tepat jika
disematkan dalam proses kehidupan manusia. Sebenarnya, tidak salah dengan
kejadian tersebut. Yang salah, jika kita menyerah pada keadaan dan seperti
tidak tahu harus berbuat apa untuk kehidupan yang lebih baik dikemudian hari. Gagal
dalam kesuksesan masih jauh lebih baik daripada diam dalam kehinaan. Hal itu
harusnya bisa dijadikan motivasi. Seperti kata pak dahlan iskan,“Setiap orang
punya jatah gagal. Habiskan jatah gagalmu ketika kamu masih muda”. Semoga suatu
hari nanti kita selalu ingat apa yang kita cita-citakan sekarang.
brian bima, 26 April 2013, 00.56 am.